Dalam sebuah pertemuan sastra, seorang yang biasa
bergelut di bidang eksak menyatakan bahwa orang yang membaca karya prosa sedang
melakukan pekerjaan yang sia-sia dan tak ada artinya karena menghabiskan waktu
hanya untuk membaca khayalan. Benar, karya berupa prosa-fiksi memang merupakan
cerita rekaan, khayalan. Ia adalah hasil imajinasi pengarangnya. Namun,
benarkah imajinasi tak ada manfaatnya? Tentu saja pendapat ini tidak benar
sebab jika mau disadari, kehidupan dunia berkembang karena imajinasi orang-orang
jenius. Sebagai contoh, bukankah teori gravitasi bumi ditemukan ilmuwan Issac
Newton karena imajinasinya setelah melihat buah apel jatuh dari pohonnya?
Penemuan-penemuan di bidang teknologi pun pada awalnya
terjadi karena imajinasi. Dari mulai penemuan kapal terbang hingga pesawat
ulang alik, dari televisi hingga program-program komputer paling canggih saat
ini, pada awalnya terjadi karena imajinasi. Juga, bukankah lambang-lambang yang
digunakan dalam bidang matematika, angka-angka misalnya, adalah bentuk-bentuk
imajinasi? Dengan bukti-bukti di atas, tentulah kita tak bisa menganggap remeh
imajinasi. Imajinasi sangat bermanfaat dalam kehidupan, termasuk imajinasi yang
ada dalam cerita rekaan (karya fiksi). Cerita rekaan, karena mengandung
imajinasi, dapat memperkaya imajinasi pembacanya. Kekayaan imajinasi ini akan
membantu manusia lebih cerdas dan kreatif dalam membangun kehidupan. Di samping
itu, sudah menjadi naluri/kebutuhan manusia menyukai cerita. Dalam berbagai
masyarakat tradisional, muncul cerita-cerita mythe, legenda, dan lain-lain.
Orang pun bisa tahan berjam-jam (bahkan semalam suntuk) untuk menonton
pertunjukan wayang. Lalu mengapa, orang bisa tahan membaca novel seharian
sementara membaca buku-buku ilmu pengetahuan cepat merasa jenuh? Hal itu
terjadi karena dari cerita rekaan/prosa-fiksi orang mendapat hiburan. Tetapi,
manfaat cerita prosa lebih dari itu. Ia tidak hanya menghibur, tetapi juga
berguna, atau yang diistilahkan filsuf Horace, dulce et utile.
Cerita prosa bukan hanya berfungsi sebagai sarana
hiburan. Cerita prosa adalah sarana kita untuk bercermin tentang kehidupan.
Benar bahwa yang disajikan dalam cerita prosa adalah hasil imajinasi pengarang.
Akan tetapi, imajinasi tersebut adalah hasil olahan pengarang dari apa yang
dihayatinya dari realitas (kenyataan). Dalam karya prosa, sesungguhnya
pengarang menyuguhkan kembali hasil pengamatan dan pengalamannya kepada
pembaca. Pengalaman yang disuguhkannya itu adalah pengalaman yang sudah melalui
proses perenungan dan pemahaman yang lebih tajam dan dalam. Dengan demikian,
tatkala pembaca mambaca karya prosanya, ia mendapatkan suatu pandangan baru
tentang kehidupan yang memperkaya amatannya terhadap kehidupan yang ia kenal
sehari-hari.
Dalam kaitan ini, karya prosa sesungguhnya membantu pembaca
untuk lebih memahami kehidupan dan memperkaya pandangan-pandangan tentang
kehidupan. Memang, hal seperti ini bisa pula didapatkan dari bidang-bidang
lain, filsafat misalnya, tapi, karena karya prosa menyuguhkannya dalam bentuk
cerita, lewat penggambaran peristiwa-peristiwa, lewat penggambaran
tokoh-tokohnya yang bermacam-macam karakter, dan lain-lain, gambaran tentang
kehidupan itu akan terasa lebih hidup dan lebih menyentuh. Selain itu, tidak
semua hal dalam hidup ini bisa kita alami sendiri. Apa yang tidak bisa dan
tidak sempat kita alami itu dapat diperoleh melalui prosa. Tidak semua orang
tahu bagaimana kehidupan kaum gembel atau kehidupan di
perkampungan-perkampungan kumuh. Sekali lagi, dari prosa kita akan mendapat gambaran
itu secara lebih hidup dan lebih menyentuh sebab prosa menyuguhkannya dalam
segala sisinya: perasaan-perasaannya, harapannya, penderitaannya, dan
lain-lain. Adapun sejarah atau sosiologi hanya menyajikannya pada tingkat
formal. Dengan demikian, karya prosa sesungguhnya memperkaya wawasan dan
pengetahuan pembacanya. Media pengungkapan karya prosa adalah bahasa. Dalam
menyajikan cerita dalam karyanya, pengarang berupaya menyuguhkannya dalam
bahasa yang dapat menyentuh jiwa pembacanya. Untuk mencapai hal itu, para
pengarang berupaya mengolah bahasa dengan sabaik-baiknya dan sedalam-dalamnya
agar apa yang disampaikannya kuat mengena di hati pembaca. Mereka mencari
kosakata-kosakata yang tepat yang dapat mewakili apa yang mereka inginkan,
menciptakan ungkapan-ungkapan baru, menvariasikan struktur kalimat, memberi
penggambaran-penggambaran yang hidup dengan bahasa, dan seterusnya. Dengan
membaca karya yang telah mengandung bahasa yang terolah tersebut, pembaca
diperkaya bahasanya, diperkaya rasa bahasanya, dan sebagainya.
Tentulah masih banyak manfaat-manfaat dari membaca
(mengapresiasi) karya prosa. Intensitas kita membaca karya prosa, pada
gilirannya akan mempertajam kepekaan kita; kepekaan sosial, kepekaan religi,
kepekaan budaya, dan lain-lain.
1.
Membaca Karya Sastra
Membaca sastra digolongkan kedalam membaca
estetis yaitu membaca yang berhubungan dengan seni atau keindahan. Dalam
membaca sastra, pembaca dituntut untuk mengaktifkan daya imajinasinya dan
kreativitasnya agar dapat memahami dan menghayati isi bacaan. Setelah membaca
sebuah karya sastra pembeca akan memperoleh pengetahuan dan pengalaman melalui
karya sastra yang dibacanya. Di sinilah letak kelebihan pembaca karya sastra
dibandingkan pembaca karya-karya lain.
Prosa fiksi sebagai sebuah cerita rekaan yang
biasa juga disebut sebagai cerita rekaan memiliki fungsi untuk memberitahukan
kepada pembaca tentang suatu kejadian atau peristiwa yang mungkin ada dalam
kehidupan nyata. Unsur-unsur prosa fiksi seperti yang sudah dipelajari dalam
mata kuliah sastra mencakup tema, tokoh, alur, seting atau latar, gaya, dan
sudut pandang.
Dalam karya prosa fiksi terkandung sebuah
amanat yang dibungkus oleh unsur-unsur cerita tersebut.
2.
Teknik Membaca Prosa Fiksi
Mengapresiasi
sastra, dalam hal ini karya prosa-fiksi, dapat dilakukan dengan berbagai cara,
yaitu:
a. Menyimak/menonton
pembacaan atau dramatisasi cerpen/novel cerita rakyat, atau bentuk lainnya
seperti monolog, yang dilakukan secara langsung atau lewat media elektronik;
b. Mendengarkan
dongeng, baik secara langsung, maupun melalui rekaman; dan
c. Membaca
cerpen/novel/cerita rakyat secara langsung dari teks-nya.
Membaca karya
sastra memiliki banyak tujuan, namun dalam rangka belajar dan pembelajaran,
membaca karya sastra hanya memiliki 2 tujuan, yaitu untuk melakukan apresiasi
dan memberi kritik atau penilaian. Jadi teknik membaca prosa fiksi di sini
bertujuan dalam rangka membaca untuk keperluan apresiasi.
3.
Kompetensi yang akan diraih dalam kegiatan
membaca prosa fiksi atau membaca cerita rekaan adalah:
1. Memahami
dan menghayati semua yang dituangkan pengarang dalam ceritanya sehingga pembaca
dapat menangkap isi cerita
2. Dapat
menganalisis unsur-unsur cerita sehingga tertangkap tema dan amanat yang
disampaikan oleh pengarang; dan
3. Dapat
menceritakan kembali isi cerita dengan baik, dan pada akhirnya dapat menilai
cerita rekaan yang dibaca dengan memberi penilaian mengenai bagus atau tidak
baguskah cerita tersebut.
4.
Langkah-langkah Membaca Prosa Fiksi
Membaca prosa
fiksi atau cerita rekaan untuk tujuan menangkap isi cerita dilakukan melalui
langkah-langkah sebagai berikut.
1.
Membaca cerita secara keseluruhan.
2.
Menandai dan mencari makna kata-kata sulit.
Membaca prosa
fiksi dengan tujuan untuk mengapresiasi, dilakukan langkah-langkah seperti di
atas di tambah dengan menganalisis cerita dengan cara mengidentifikasi
unsur-unsur cerita dan memahami karakteristik setiap unsur cerita tersebut.
Misal unsur tokoh, di sini pembaca mengidentifikasi bagaimana watak para tokoh,
apa saja yang dilakukan para tokoh, bagaimana para tokoh menyikapi segala
permasalahan yang dihadapi, dan sebagainya.
Peran
unsur-unsur cerita ini saling terkait satu dengan yang lainnya, sehingga
jalinan peran antarunsur cerita yang disusun pengarang cerita tersebut
membentuk suatu keutuhan yang membantu pembaca dalam memahami, menikmati, dan
menghayati karya tersebut.
5.
Teknik
Membaca (ECOLA) Dalam Membaca Novel
ECOLA
(Extending Concept Through Language Activities) dikembangkan oleh Smith-Burke
(1982). Teknik ini mengintegrasikan 4 keterampilan berbahasa, yaitu membaca,
menulis, menyimak, dan berbicara. Dalam hal ini, teknik ECOLA akan
diaplikasikan pada keterampilan membaca karya sastra, yakni novel. Tahap-tahap
teknik ECOLA yaitu:
1. Menentukan
tujuan yang komunikatif
Tahap pertama
sebelum membaca novel, diharuskan terlebih dahulu untuk menentukan tujuan dari
membaca.
2. Membaca
Dalam Hati
Pada tahap
ini, pembaca harus memiliki kesadaran menemukan ide-ide bacaan yang selaras
dengan tujuan membaca. Tentu saja ide-ide bacaan ini didasarkan pada latar
belakang pengetahuan pembaca tentang hal yang berkaitan dengan novel yang akan
dibaca.
3. Mewujudkan
pemahaman melalui aktivitas menulis
4. Menulis
dan Membandingkan
Sebelum
menginjak tahap ini, pembaca diharuskan mengadakan diskusi bersama agar tidak
terpaku pada satu pendapat saja. Karena dengan adanya diskusi, memungkinkan
adanya interpretasi-interpretasi baru sehingga menambah wawasan pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar