Jumat, 04 Oktober 2013

-: KUMPULAN PUISI SAPARDI DJOKO DAMONO

-: KUMPULAN PUISI SAPARDI DJOKO DAMONO: AKU INGIN Aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu Aku ingi...

Rabu, 17 Juli 2013

jurnal artikel

ANALISIS UNSUR NILAI MORAL DAN NILAI SOSIAL TERHADAP KUMPULAN CERPEN “DELAPAN PERI” KARYA SITTA KARINA
Sumarni
B1C110058

Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Bale Bandung

Abstrak Penelitian ini mengkaji unsur nilai moral dan nilai sosial yang terdapat pada kumpulan cerpen “Delapan Peri” karya Sitta Karina. Setiap orang pada umumnya memiliki pendapat dan penafsiran yang berbeda terhadap suatu cerpen. Unsur ekstrinsik adalah segala unsur luar yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Nilai moral yaitu nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan dengan akhlak/perangai atau etika. Nilai moral dalam cerita bisa jadi nilai moral yang baik, bisa pula nilai moral yang buruk/jelek. Nilai sosial yaitu nilai-nilai yang berkenaan dengan tata pergaulan antara individu dalam masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam penelitian status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Dalam analisis kumpulan cerpen “Delapan Peri” karya Sitta Karina ini, banyak mengandung nilai moral dan nilai sosial yang dapat di ambil dan di pelajari oleh para pembaca.
Kata kunci : sastra, cerpen, analisis, nilai moral dan nilai sosial.
A.    Pendahuluan
Cerita pendek (cerpen) sebagai salah satu jenis karya sastra ternyata dapat memberikan manfaat kepada pembacanya. Di antaranya dapat memberikan pengalaman pengganti, kenikmatan, mengembangkan imajinasi, mengembangkan pengertian tentang perilaku manusia, dan dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Pengalaman yang universal itu tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia bisa berupa masalah perkawinan, percintaan, tradisi, agama, persahabatan, sosial, politik, pendidikan, dan sebagainya. Jadi tidaklah mengherankan jika seseorang pembaca cerpen, maka sepertinya orang yang membacanya itu sedang melihat miniatur kehidupan manusia dan merasa sangat dekat dengan permasalahan yang ada di dalamnya. Akibatnya, si pembacanya itu ikut larut dalam alur dan permasalahan cerita. Bahkan sering pula perasaan dan pikirannya dipermainkan oleh permasalahan cerita yang dibacanya itu. Ketika itulah si pembacanya itu akan tertawa, sedih, bahagia, kecewa, marah, dan mungkin saja akan memuja sang tokoh atau membencinya.
Jika kenyataannya seperti itu, maka jelaslah bahwa sastra (cerpen) telah berperan sebagai pemekat, sebagai karikatur dari kenyataan, dan sebagai pengalaman kehidupan, seperti yang diungkapakan Saini K. M. (1989:49). Oleh karena itu, jika cerpen dijadikan bahan ajar di kelas tentunya akan membuat pembelajarannya lebih hidup dan menarik.
Rumusan Masalah
Penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut : a) Bagaimana unsur nilai moral dan nilai sosial yang terdapat dalam kumpulan cerpen “Delapan Peri” karya Sitta Karina? b) Apakah kumpulan cerpen “Delapan Peri” karya Sitta Karina bisa dijadikan bahan ajar pembelajaran sastra di tingkat SMA/sederajat?
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui unsur nilai moral dan nilai sosial yang terdapat dalam kumpulan cerpen “Delapan Peri” karya Sitta Karina dan untuk mengetahui bahwa kumpulan cerpen “Delapan Peri” karya Sitta Karina bisa dijadikan bahan ajar pembelajaran sastra di tingkat SMA/sederajat.
Manfaat
Melalui jurnal artikel ini diharapkan pembaca atau audien dapat mengetahui unsur nilai moral dan nilai sosial yang terdapat dalam kumpulan cerpen “Delapan Peri” karya Sitta Karina, dan dapat menjadikannya sebagai bahan ajar pembelajaran sastra di tingkat SMA/sederajat.
B.    Tinjauan Pustaka
1.    Pengertian Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah segala unsur luar yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra. Ia merupakan milik subjektif pengarang yang bisa berupa kondisi social, motivasi, tendensi yang mendorong dan mempengaruhi kepengarangan seseorang.
Unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra (Nurgiyanto, 2009: 23).
2.    Cara Mengidentifikasi Nilai Moral dan Nilai Sosial dalam Sebuah Cerpen
Nilai-nilai adalah nasihat atau pelajaran berharga yang dapat diperoleh pembaca atau penikmat dari cerita yang dibaca atau dinikmatinya. Dengan pengertian ini, maka nilai-nilai dalam cerita memiliki persamaan dengan amanat yang sudah kita pelajari. Perbedaannya, kalau amanat adalah nasihat yang ingin disampaikan pengarang melalui tema cerita, sedang nilai-nilai adalah nasihat yang didapat oleh pembaca atau penikmat cerita (sastra atau nonsastra) dari cerita yang dibaca atau dinikmatinya. Amanat selalu terdapat pada cerita itu sendiri sehingga termasuk unsur intrinsik. Karena nilai-nilai diperoleh pembaca atau penikmat karya sastra dari cerita yang dibacanya, maka nilai-nilai dalam karya merupakan unsur luar (ekstrinsik) sastra. Selain itu, nilai-nilai yang diperoleh pembaca atau penikmat cerita dapat berbeda-beda antara pembaca atau penikmat yang satu dengan yang lain. Itulah sebabnya, nilai-nilai termasuk unsur ekstrinsik.
Nilai-nilai moral merupakan nasihat-nasihat yang berkaitan dengan budi pekerti, perilaku, atau tata susila yang dapat diperoleh pembaca dari cerita yang dibaca atau dinikmatinya.
Nilai-nilai sosial adalah nasihat-nasihat yang berkaitan dengan kemasyarakatan yang dapat diperoleh pembaca dari cerita yang dibaca atau dinikmatinya.
3.    Analisis Unsur Nilai Moral dan Nilai Sosial
a.    Nilai Moral
Nilai moral yaitu nilai-nilai dalam cerita yang berkaitan dengan akhlak/perangai atau etika. Nilai moral dalam cerita bisa jadi nilai moral yang baik, bisa pula nilai moral yang buruk/jelek.
Secara umum moral menyaran pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; akhlak; budi pekerti; susila (KBBI, 2008). 
b.    Nilai Sosial
Nilai sosial yaitu nilai-nilai yang berkenaan dengan tata pergaulan antara individu dalam masyarakat.
Secara umum sosial berkenaan dengan masyarakat; suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma, dan sebagainya) (KBBI, 2008).

C.    Metodologi Penelitian
Metode deskripsi adalah suatu metode dalam penelitian status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.
Whitney (1960) berpendapat, metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
Dalam metode deskriptif, peneliti bisa saja membandingkan fenomena-fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komparatif. Adakalanya peneliti mengadakan klasifikasi, serta penelitian terhadap fenomena-fenomena dengan menetapkan suatu standar atau suatu norma tertentu, sehingga banyak ahli meamakan metode ini dengan nama survei normatif (normatif survei). Dengan metode ini juga diselidiki kedudukan (status) fenomena atau faktor dan memilih hubungan antara satu faktor dengan faktor yang lain. Karenanya mentode ini juga dinamakan studi kasus (status study).
Metode deskriptif juga ingin mempelajari norma-norma atau standar-standar sehingga penelitian ini disebut juga survei normatif. Dalam metode ini juga dapat diteliti masalah normatif bersama-sama dengan masalah status dan sekaligus membuat perbandingan-perbandingan antarfenomena. Studi demikian dinamakan secara umum sebagai studi atau penelitian deskritif. Perspektif waktu yang dijangkau, adalah waktu sekarang atau sekurang-kurangnya jangka waktu yang masih terjangkau dalam ingatan responden.
D.    Hasil dan Pembahasan Penelitian
1.    Tabel Analisis
No    Karya Sastra    Unsur Ekstrinsik    Bukti Pernyataan
        Nilai Moral     Nilai Sosial   
1.     Cerpen “Setoples Kemabang Gula Bernama Pilihan”    Nilai moral yang terdapat dalam cerpen ini adalah moral baik, suka menolong, seperti Amira yang suka menolong mamanya.    Nilai sosial yang terdapat dalam cerpen ini adalah disini Amira menjadi anak yang kurang bersosialisasi dengan teman yang sejenis, dia lebih memilih berteman dengan anak laki-laki.    •    Nilai Moral: Sepulang sekolah, Amira bantui Mama di dapur mempersiapkan pesanan catering harian yang biasa diantar ke rumah-rumah sekitar kompleks. Hari ini asisten Mama nggak masuk, jadi Amira ikut turun ke dapur yang asyiknya dapat upah per jam dari Mama. Kelak ia ingin seperti Mama yang selalu mengapresiasi tiap keringat yang diteteskan pegawainya, walau itu anaknya sendiri.
•    Nilai Sosial: Dan hebatnya, dua gosip itu justru diembuskan oleh mereka sendiri. Prisia ngomongin Gaby; Gaby ngomongin Prisia. Males banget, kan? Itu salah satu alasan Amira gak suka punya BFF cewek: mulutnya gak bisa dijaga. Dengan Reimer dan Shakti semua terasa simpel karena pola pikir dan prinsip bertindak cowok pada umumnya sederhana, blak-blakan, gak intimidating, dan gak dimasukin ke hati.
2.    Cerpen “Thong”    Nilai moral yang terdapat dalam cerpen ini adalah moral buruk, tidak menghargai hasil kerja keras orang lain.    Nilai sosial yang terdapat dalam cerpen ini adalah kehidupan seorang pelajar, yang mengguanakan waktu luangnya untuk magang dan mendesain sepatunya sendiri.    •    Nilai moral: “Caroline, rangkaian bunga lilinya norak sekali. Kok milih lili sih? Lilies are so last-year!”
“Zaldi, sudah gue bilang berkali-kali, jangan pernah undang band itu. Gaya bermusik mereka kampungan. Selera lo dahsyat banget sih!”
“Catering yang elo pakai apa, sih, Fletta? Kok makanannya kayak di pinggir jalan begini? Emang gue pernah nyuruh bawa warteg disini?”
•    Nilai Sosial: Lebih lanjut lagi, Sausan yang mengaku mendapat banyak influence dari Tory Burch dalam mendesain sandalnya, belum berencana membuat koleksi cantiknya ini menjadi produksi massal mengingat ia masih mendahulukan kegiatan sekolahnya. Selain berkiprah sebagai entrepreneur, Sausan mengisi waktu luangnya dengan magang di Plum Sky Bookstore.
3.    Cerpen “Wish You Were Here...”    Nilai moral yan terdapat dalam cerpen ini adalah moral buruk, sifat Stina yang egois yang mengutamakan kepentingannya sendiri di banding orang lain.    Nilai sosial yang terdapat dalam cerpen ini adalah hubungan persahabatan yang merenggang karena keegoisan seorang Stina.    •    Nilai Moral: Mereka semua jadi gitu karena Stina, Stina menyadari itu! Tapi ia tidak pernah mau membuka matadan melihatnya. Ia selalu menyangkal realita yang perlahan-lahan menggerogoti persahabatan mereka sampai akhirnya empat sekawan benar-benar punah.
•    Nilai sosial: Stina ingat bagaimana ia, Mimi, Girindra dan Banyu, si empat sekawan yang kompak. Mereka berjanji akan berlibur ke sini delapan tahun lagi ketika mereka sudah dewasa dan nggak perlu ribet-ribet izin ama bokap-nyokap masing-masing. Namun kenyataannya, berhadapan dengan pemandangan indah menjelang matahari terbenam ini, Stina hanya berdiri seorang diri.
4.    Cerpen “Gips Cinta Buat Jehan”    Nilai moral yang terdapat dalam cerpen ini adalah moral baik, sikap seorang ibu yang mengerti akan keinginan anaknya, selalu mendukung, dan menyemangati anak-anaknya.    Nilai sosial yang terdapat dalam cerpen ini adalah hubungan kelurga yang harmonis.    •    Nilai Moral: Selama ini Bunda tidak pernah mengatakannya pada Jehan karena bliau paham masa pemulihan Jehan yang bukan hanya kakinya, melainkan juga hatinya. Bunda tahu Jehan butuh waktu untuk melewati proses tidak enak ini. Maka itu Bunda memberi excuse... untuk kali ini tidak apa-apa kalau Jehan merasa hancur. Seluruh keluarga mengerti, dan seluruh keluarga akan membantunya bangkit kembali.
•    Nilai Sosial: Keluarga Hendardi punya kebiasaan unik, yaitu kalau suasana fun dan ceria atau ingin membicarakan cerita serta kabar baik maka mereka melakukannya di resto Pizza Mania. Jadi kalau ke Pizza Mania nggak boleh ada yang pasang muka murung atau manyun.
5.    Cerpen “50:50”    Nilai moral yang terdapat dalam cerpen ini adalah moral buruk, sombong seperti Arka yang selalu menganggap dirinya hebat dan bisa mendapatkan apapun yang dia inginkan.    Nilai sosial yang terdapat dalam cerpen ini adalah saling bersosialisasi dengan siapapun, walaupun dengan orang yang baru dikenal.    •    Nilai Moral: Apapun dilakukannya agar Dimitri mau menjadi pasangannya saat pesta. Mau ditaruh dimana mukanya kalau orang-orang tahu seorang Arkasha ditolak Dimitri, dimalam tahun baru pula.
•    Nilai Sosial: Pada suatu sore yang mendung di rumah Trudi, ia dan sepupunya Tejas menghadiri jamuan pesta kecil yang diadakan untuk menyambut kakak Trudi yang baru kembali ke Indonesia. Di acara itu Trudi mengenalkannya pada Dimitri, seorang cowok bersorot mata sayu, sedih, dengan gaya berpakaian serba hitam, didominasi jaket kulit pengendara Harley-Davidson, tapi bukan gothic, namun ia memiliki tutur kata yang sopan.
6.    Cerpen “Tujuh Cupcake Spesial”    Nilai moral yang terdapat dalam cerpen ini adalah moral buruk, seorang yang mempunyai prasangka buruk terhadap ibu tirinya, yang menganggap semua ibu tiri itu kejam, padahal tidak semua ibu tiri seperti itu.    Nilai sosial yang terdapat dalam cerpen ini adalah bergaul dengan siapa saja tanpa melihat sudahkah kita menonton film yang sama atau hobbi yang sama ataupun usia yang berbeda.    •    Nilai Moral: Bah! Bohong besar. Utina gak percaya ada ibu tiri sebaik bidadari begitu. Apalagi kalau figur itu diwakili oleh wanita se-hip Tante Fiore yang gayanya sama sekali nggak kaya ibu-ibu. Ia yakin selama ini Tante Fiore hanya ca-per, ngebaik-baikin Utina da kakaknya biar ia disayang Ayah. Klise banget. Tipikal ibu tiri. Memangnya Utina nggak pernah nonton Cinderella sebelumnya?
•    Nilai Sosial: Bukan hanya ke Tante Fiore, rupanya Utina juga sudah salah sangka terhadap teman-teman baiknya. Mereka tidak melihat dirinya, berteman dengannya, atas dasar sudah atau belum nonton SATC The Movie. Terutama Tarra dan Irene.
7.    Cerpen “Sekolah Kehidupan”    Nilai moral yang terdapat dalam cerpen inii adalah moral baik seorang Ayah yang mengajarkan pada anaknya bagaimana susahnya mendapatkan uang agar anaknya tidak manja.    Nilai sosial yang terdapat dalam cerpen ini adalah hubungan sosial yang berdasarkan atas kesamaan hobbi dan selera.    •    Nilai Moral: Tapi apa boleh buat, karena tidak ada pilihan lain, aku pun menyanggupi itu. Ayah menyebutkan persyaratan dan aturan mainnya, dimana aku akan mendapatkan kamera itu setelah tiga bulan magang (itu kalau aku bisa bertahan!). Gaji selama tiga bulan tersebut untuk membeli kamera dan sisanya akan dibayarkan Ayah.
•    Nilai Sosial: Aku ibarat Betty Suarez-nya Ugly Betty terdampar di Upper East Side (diam-diam aku menyukai Gossip Girl karena twist ceritanya emang seru). Di sini selera teman-temanku sangat tipikal; semuanya suka Yeah Yeah Yeah dan Kesha. Lantas apakah tidak ada tempat untuk dirinya yang lebih menikmati lagu-lagu bertema humaniora-nya The Killers?
8.    Cerpen “Sparkling Ran”    Nilai moral yang terdapat dalam cerpen ini adalah moral buruk pemain band yang mengajak anak SMA untuk mengkonsumsi obat terlarang.    Nilai sosial yang terdapat dalam cerpen ini adalah saing tolong menolong walaupun bukan dengan teman baik.    •    Nilai Moral: “Wah, gue tersanjung.” Dari belakang rupanya Reggy mendengar percakapan itu. Ia lalu memberikan sebutir pil pink pada Ran. “Gue mau kok, asal kita sama2 minum ini.”
Ran merasa takut setengah mati meneyembunyikan perasaan itu. Ia bilang dirinya mau menelan pil ecstasy asal diperboehkan ke kamar madi dulu. Reggy mengiyakan saja.
•    Nilai Sosial: Diluar dugaan Hanum, Ran mau membantu. Bahkan urusan hotel selesai dalam waktu 2 hari ditangan Ran. Prom bisa diadakan di ballroom Prince Hotel dengan diskon separoh harga dan budget Prom pun bisa dimaksimalkan untuk perlengkapan pesta dan band pendukung.
9.    Cerpen “BFF”    Nilai moral yang terdapat dalam cerpen ini adalah moral baik, dimana Illona yang memiliki sifat penyabar, walau dimaki-maki oleh sahabatnya, tapi dia tetap diam, tidak balas membentaknya.    Nilai sosial yang terdapat dalam cerpen ini adalah persahabatan bisa terjadi karena sering bersama dan tidak ada kata pcah dalam persahabatan.    •    Nilai Moral: Tentu saja Asha bercerita tidak seperti yang Illona harapkan; sahabatnya ini malah marah-marah dan kalimatnya campur-aduk karena ditunggangi emosi. Sisi lain hati Illona terus-menerus menyerukan untuk membalasnya, meneriaki Asha balik. Dan sejujurnya hal itu sangat tempting untuk dilakukan. Illona kan bukan patung yang hanya diam tak bereaksi tatkala dimaki-maki. Tapi, untung nuraninya tidak pernah menyerah. Suara lain dengan tenang membisikinya, sabar dan dengarkan. Tarik nafas dalam-dalam sambil hitung 1 sampai 7, maka emosi dapat terkendali dan pikiran tetap jernih. Carilah penyelesaian yang terbaik.
•    Nilai Sosial: “Memang benar. Tapi di Nasional High ini kita berempat bertemu kan, ngebentuk circle baru?” Illona merespon. Tidak ada yang salah dari pendapat Lettia tersebut, hanya saja ia tidak ingin mereka terpecah jadi beberapa kubu karena kini mereka satu. “Dan kita udah coba namain persahabatan kita ini, dari mulai Flats karena kita berempat suka banget makai sandal flats, sampai ILSA sesuai dengan huruf depan nama kita, tapi semuanya kedengaran aneh. Kaya kita butuh pengakuan untuk bersahabat, padahal kan nggak.”
10.    Cerpen “Goth Is Me”    Nilai moral yang terkandung dalam cerpen ini adalah moral baik suka menolong orang lain dan ringan tangan.    Nilai sosial yang terdapat dalam cerpen ini adalah seorang Quisty yang tidak mudah untuk bersosialisasi dengan orang lain, karena dia merasa tidak percaya diri dengan apa yang ada pada fisiknya.    •    Nilai Moral: Tidak perlu dua kali memperhatikan figur petite Quisty, dia udah tau jawabannya: Qui itu unik dan cantik secara alami (walau ditelan kostum dan aksesoris nuansa hitamnya). Dan yang paling penting di mata Ghanda, cewek ini baik-baik yang dalam artian benar-benar baik hatinya, ringan tangan menolong siapapun yang membutuhkan tanpa pikir panjang.
•    Nilai Sosial: Quisty mematut dirinya di depan cermin, mulai mengevaluasi diri. Kecil, baik tubuh maupun nyalinya. Hmm, apa lagi yang aneh? Banyak! Pertama, bola matanya besar sekali seperti mau loncat keluar. Warnanya pun aneh, agak keabu-abuan. Kedua, kenapa sih ia suka banget warna hitam, kenapa rasanya nyaman sekali memakai baju warna gelap? Ia sendiri tidak tahu alasannya. Hanya suka. Ketiga, kulitnya! Mengapa ia tidak di anugrahi kulit putih nan haus seperti di iklan-iklan produk kecantikan? Bagi Quisty kulitnya begitu pucat sampai-sampai ia nggak pernah berani melayat orang meninggal karena takut ketuker! Menjadi gothic lolita adalah salah, Quisty akhirnya memutuskan. Ia takut suatu saat Ghanda akan menyadari kesalahan itu dan meninggalkannya.
11.    Cerpen “Huruf-huruf yang Melayang”     Nilai moral dalam cerpen ini adalah moral buruk, berprasangka buruk kepada orang lain padahal belum tentu seperti itu, merasa tidak membutuhkan bantuan orang lain, apalagi bantuan dari rivalnya yang akhirnya menimbulkan kedengkian.    Nilai sosial yang terdapat dalam cerpen ini mempunyai hubungan sosial yang baik dan aktif dalam sebuah organisasi.    •    Nilai Moral: Di sebelah Andien, Kendra merasa kalah dalam segala-galanya. Dan keminderan yang berubah jadi dengki itu semakin menjadi-jadi tatkala ia menyadari bahwa brief speech ini adalah momentum yang tepat buat Andien untuk “menggempur” dirinya. Kendra yakin sekali Andien akan bersikap begitu. Kalau tidak, kenapa sejak kemarin Andien selalu “menginterogasi” Moza dan Ganesh perihal ide Kendra? Kenapa tidak tanya langsung ke dirinya? Mencurigakan sekali.
•    Nilai Sosial: Bersama kedua sahabatnya itu, Kendra tergabung dalam Tim Kreatif Panitia FrontStage, acara tahunan SMA mereka yang terkenal dengan aksi nge-band dua belas jam nonstopnya. Tapi karena banyaknya persaingan acara serupa oleh SMA-SMA lain, FrontStage yang kekurangan sponsor jadi nyaris gulung tikar.

2.    Apakah Kumpulan Cerpen “Delapan Peri” karya Sitta Karina Bisa dijadikan Bahan Ajar Pembelajaran Sastra di Tingkat SMA/sederajat?
Kumpulan Cerpen “Delapan Peri” karya Sitta Karina sangat cocok untuk dijadikan bahan ajar pembelajaran sastra di tingkat SMA karena di dalam kumpulan cerpen tersebut, hampir semua ceritanya memceritakan kehidupan dan bagaimana perilaku anak-anak SMA yang sewajarnya. Semua cerita dalam buku ini bagus, spesial, dan inspiratif. Walaupun bercerita tentang remaja namun orang dewasa juga bisa membacanya, bahkan mungkin bisa ikut terinspirasi. Didalamnya juga terdapat nilai-nilai moral dan sosial yang dapat di ambil dan dipelajari oleh para pembaca terutama anak-anak seusia SMA. Pelajaran tentang kehidupan, tentang diri sendiri, orang lain, masyarakat dan bangsa.
E.    Kesimpulan dan Saran
1.    Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat dikemukakan beberapa kesimpulan penelitian ini sebagai berikut: a) Nilai-nilai moral yang terdapat dalam kumpulan cerpen “Delapan Peri” karya Sitta Karina kebanyakan mengandung moral buruk tapi ada juga moral baiknya. Maka ambillah sisi baiknya, jangan ikuti sisi buruknya, b) Nilai-nilai sosial yang terdapat dalam kumpulan cerpen “Delapan Peri” karya Sitta Karina sangat beragam. Ada yang memiliki hubungan sosial yang baik ada juga yang tidak baik, ada yang mudah untuk bersosialisasi ada juga yang menutup dirinya untuk bersosialisasi dengan orang lain, dan c) Kumpulan cerpen “Delapan Peri” karya Sitta Karina sangat cocok untuk pembelajaran sastra di tingkat SMA karena isi ceritanya menceritakan semua tentang apa-apa saja yang terjadi pada kehidupan anak sekolah terutama tingkat SMA.
2.    Saran
Dalam membaca sebuah cerpen sebaiknya kita tidak hanya sekedar membaca saja, kita harus bisa menganalisis unsur-unsur yang terdapat dalam cerpen tersebut. Terutama unsur nilai-nilai yang terkandung didalamnya agar kita bisa lebih memahami isi cerita tersebut dan dapat menjadikannya sebagai bahan pertimbangan untuk pembelajaran dalam kehidupan.
Daftar Pustaka
Batuah, Malin. 2012. Unsur Ekstrinsik Cerita (Cerpen/Novel). http://bahasaindonesiayh.blogspot.com/. 14 April 2012.
Cantika, Putri. 2011. Mengidentifikasi Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Sebuah Cerpen. http://putricaantika.blogspot.com/. 07 November 2011.
Karina, Sitta. 2010. Delapan Peri. Jakarta: Terrant.
KBBI. 2008. KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA PUSAT BAHASA Edisi Keempat. Jakarta: PT. Gramedia.
Muttaqin, M. Imamul. 2010. Metode Deskriptif. http://blog.uin-malang.ac.id/muttaqin/. 28 November 2010.
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Ramadhani,Rachma. 2013. Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik Cerpen. http://rachmaramadhani.blogspot.com/. 18 Mei 2013.
Suryabrata, Sumadi. 1990. Metodologi Penelitian. Jakarta: CV. Rajawali.
Virgo, Dila. 2013. Nilai-nilai Pendidikan dalam Cerpen. http://dfeminis.blogspot.com/. 28 Januari 2013.
Yusransyah, Muhammad. 2012. Mengidentifikasi Unsur-Unsur Ekstrinsik Cerita (Nilai Moral Dan Sosial). http://blogpendidikanbahasa.blogspot.com/. 10 Agustus 2012.

Rabu, 24 April 2013

Semantik--Penamaan dan Pendefinisian


PENAMAAN DAN PENDEFINISIAN

Penamaan, pengistilahan, pendefinisaian adalah proses pelambangan suatu konsep untuk mengacu kepada suatu referen. Referen adalah benda atau orang tertentu yang diacu oleh kata atau untaian kata dalam kalimat atau konteks tertentu. (KBBI, 2002: 939) Referen yaitu kemampuan kata untuk mengacu pada makna tertentu. Referensi berhubungan erat dengan makna, jadi referensi merupakan salah satu sifat makna leksikal. (Veerhaar, 1999: 389)
1.        PENAMAAN
Penamaan atau pemberian nama adalah soal konvensi atau perjanjian belaka di antara sesama anggota satu masyarakat bahasa. (Aristoteles) Antara suatu satuan bahasa sebagai lambang, misalnya kata, dengan sesuatu yang dilambangkannya bersifat sewenang-wenang dan tidak ada hubungan “wajib” di antara keduanya. Jika sebuah nama sama dengan lambang untuk sesuatu yang dilambangkannya, berarti pemberian nama itu pun bersifat arbitrer, tidak ada hubungan wajib sama sekali.
Misalnya antara kata <kuda> dengan benda yang diacunya yaitu seekor binatang yang biasa dikendarai atau dipakai menarik pedati, tidak bisa dijelaskan sama sekali. Lagi pula andai kata ada hubungannya antara lambang dengan yang dilambangkannya itu, tentu orang Jawa tidak akan menyebutnya <jaran>, orang Inggris tidak akan menyebutnya <horse>, dan orang Belanda tidak akan menyebutnya <paard>. Tentu mereka semuanya akan menyebutnya juga <kuda>, sama dengan orang Indonesia.
Walaupun demikian, secara kontemporer kita masih dapat menelurusi sebab-sebab atau peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi terjadinya penamaan atau penyebutan terhadap sejumlah kata yang ada dalam leksikon bahasa Indonesia.
1)        Peniruan Bunyi
Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang terbentuk sebagai hasil peniruan bunyi. Maksudnya, nama-nama benda atau hal tersebut dibentuk berdasarkan bunyi dari benda tersebut atau suara yang ditimbulkan oleh benda tersebut.
Misalnya, binatang sejenis reptil kecil yang melata di dinding disebut cecak karena bunyinya “cak, cak, cak-“. Begitu juga dengan tokek diberi nama seperti itu karena bunyinya “tokek, tokek”. Contoh lain meong nama untuk kucing, gukguk nama untuk anjing, menurut bahasa kayak-kanak, karena bunyinya begitu.
Kata-kata yang dibentuk berdasarkan tiruan bunyi ini disebut kata peniru bunyi atau onomatope.


2)        Penyebutan Bagian
Penamaan suatu benda atau konsep berdasarkan bagian dari benda itu, biasanya berdasarkan ciri khas yang dari benda tersebut dan yang sudah diketahui umum.
Misalnya kata kepala dalam kalimat Setiap kepala menerima bantuan beras 10 kg. Bukanlah dalam arti “kepala” itu saja, melainkan seluruh orangnya sebagai satu kesatuan (pars pro toto, menyebut sebagian untuk keseluruhan). Contoh lainnya yaitu kata Indonesia dalam kalimat Indonesia memenangkan medali emas di olimpiade. Yang dimaksud adalah tiga orang atlet panahan putra (tótem pro parte, menyebut keseluruhan untuk sebagian).
3)        Penyebutan Sifat Khas
Penyebutan sifat khas adalah penamaan sesuatu benda berdasarkan sifat yang khas yang ada pada benda itu yang hampir sama dengan pars pro toto. Gejala ini merupakan peristiwa semantik karena dalam peristiwa ini terjadi transposisi makna dalam pemakaian yakni perubahan dari kata sifat menjadi kata benda. Di sini terjadi perkembangan yaitu berupa ciri makna yang disebut dengan kata sifat itu mendesak kata bendanya karena sifatnya yang amat menonjol itu; sehingga akhirnya, kata sifatnya itulah yang menjadi nama bendanya. Umpamanya, orang yang sangat kikir lazim disebut si kikir atau si bakhil. Yang kulitnya hitam disebut si hitam, dan yang kepalanya botak disebut si botak.
Di dalam dunia politik dulu ada istilah golongan kanan dan golongan kiri. Maksudnya, golongan golongan kanan untuk menyebut golongan agama dan golongan kiri untuk menyebut golongan komunis.
4)        Penemu dan Pembuat
Nama benda dalam kosa kata bahasa Indonesia yang dibuat berdasarkan nama penemunya, nama pabrik pembuatnya, atau nama dalam peristiwa sejarah disebut dengan istilah appelativa.
Nama-nama benda yang berasal dari nama orang, antara lain, kondom yaitu sejenis alat kontrasepsi yang dibuat oleh Dr. Condom; mujahir atau mujair yaitu nama sejenis ikan air tawar yang mula-mula ditemukan dan diternakan oleh seorang petani yang bernama Mujair di Kediri, Jawa Timur. Selanjutnya, dalam dunia ilmu pengetahuan kita kenal juga nama dalil, kaidah, atau aturan yang didasarkan pada nama ahli yang membuatnya. Misalnya, dalil arkhimides, hukum kepler, hukum van der tunk, dan sebagainya.
Nama orang atau nama pabrik dan merek dagang yang kemudian menjadi nama benda hasil produksi itu banyak pula kita dapati seperti aspirin obat sakit kepala, ciba obat sakit perut, tipp ex koreksi tulisan, miwon bumbu masak, dan lain sebagainya.
Dari peristiwa sejarah banyak juga kita dapati nama orang atau nama kejadian yang kemudian menjadi kata umum. Misalnya kata boikot, bayangkara, laksamana, Lloyd, dan sandwich. Pada mulanya kata bayangkara adalah nama pasukan pengawal keselamatan raja pada zaman Majapahit. Lalu, nama ini kini dipakai sebagai nama korps kepolisian R.I. Kata laksamana yang kini dipakai sebagai nama dalam jenjang kepangkatan pada mulanya adalah nama salah seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana. Laksamana adik Rama dalam cerita itu memang terkenal sebagai seorang pahlawan. Kata boikot berasal dari nama seorang tuan tanah di Iggris Boycott, yang karena tindakannya yang terlalu keras pada tahun 1880 oleh perserikatan tuan tanah Irlandia tidak diikutsertakan dalam suatu kegiatan dikatakan orang itu diboikot, diperlakukan seperti tuan Boycott. Kaat Llyoid seperti yang terdapat pada nama perusahaan pelayaran seperti Djakarta Lloyd dan Rotterdamse Lloyd diturunkan dari nama seorang pengusaha warung kopi di kota London pada abad XVII, yaitu Edward Lloyd. Warung kopi itu banyak dikunjungi oleh para pelaut dan makelar perkapalan. Maka dari itu namanya dipakai sebagai atribut nama perusahaan pelayaran yang searti dengan kata kompeni atau perserikatan, khususnya perserikatan pelayaran.
Kata Sandwich, yaitu roti dengan mentega dan daging didalamnya, berasal dari nama seorang bangsawan Inggris Sandwich. Dia seorang penjudi berat, yang selalu membawa bekal berupa roti seperti di atas agar dia bisa tetap sambil tetap bermain.


5)        Tempat Asal
Sejumlah nama benda dapat ditelusuri berasal dari nama tempat asal benda tersebut. Misalnya kata magnit berasal dari nama tempat Magnesia; kata kenari, yaitu nama sejenis burung, berasal dari nama pulau kenari di Afrika; kata sarden atau ikan sarden, berasal dari nama pulau Sardinia di Italia; kata klonyo berasal dari au de Cologne artinya air dari kuelen, yaitu nama kota di Jerman Barat.
Banyak juga nama piagam atau prasasti yang disebut berdasarkan nama tempat penemuannya seperti piagam kota Kapur, prasasti kedudukan bukit, piagam Telaga Batu dan piagam Jakarta. Selain itu ada juga kata kerja yang dibentuk dari nama tempat, misalnya, didigulkan yang berarti di buang ke Digul di Irian jaya; dinusakambangkan, yang berarti di bawa atau dipenjarakan di pulau Nusakambangan.
6)        Bahan
Ada sejumlah benda yang namanya diambil dari nama bahan pokok benda itu. Misalnya, karung yang dibuat dari goni yaitu sejenis serat tumbuh-tumbuhan yang dalam bahasa latin disebut Corchorus capsularis, disebut juga goni atau guni.
Contoh lain, kaca adalah nama bahan. Lalu barang-barang lain yang dibuat dari kaca seperti kaca mata, kaca jendela, dan kaca spion. Bambu runcing adalah nama sensata yang digunakan rakyat Indonesia dalam perang kemerdekaan dulu. Bambu runcing dibuat dari bambu yang ujungnya diruncingi sampai tajam. Maka di sini nama bahan itu, yaitu bambu, menjadi nama alat sensata itu.
7)        Keserupaan
Dalam praktek berbahasa banyak kata yang digunakan secara metaforis. Artinya kata itu digunakan dalam suatu ujaran yang maknanya dipersamakan atau diperbandingkan dengan makna leksikaldari kata itu.
Misalnya kata kaki pada frase kaki meja dan kaki kursi dan ciri “terletak pada bagian bawah”. Contoh lain kata kepala pada kepala kantor, kepala surat dan kepala meja. Disini kata kepala memiliki kesamaan makna dengan salah satu komponen makan leksikal dari kata kepala itu, yaitu “bagian yang sangat penting pada manusia” yakni pada kepala kantor, “terletak sebelah atas” yakni pada kepala surat, dan “berbentuk bulat” yakni pada kepala paku. Malah kemudian, kata-kata seperti kepala ini dianggap sebagai kata yang polisemi, kata yang memiliki banyak makna.
8)        Pemendekan
Penamaan yang didasarkan pada hasil penggabungan unsur-unsur huruf dan beberapa suku kata yang digabungkan menjadi satu. Misalnya rudal untuk peluru kendali, iptek untuk ilmu pengetahuan dan teknologi, dan tipikor untuk tindak pidana korupsi. Kata-kata yang terbentuk sebagai hasil pemendekan ini lazim disebut akronim.
9)        Penamaan Baru
Penamaan baru dibentuk untuk menggantikan kata atau istilah lama yang sudah ada karena kata atau istilah lama yang sudah ada dianggap kurang tepat, kurang rasional, tidak halus atau kurang ilmiah.
Misalnya, kata pariwisata untuk menggantikan kata turisme, darmawisata untuk piknik, dan karyawan untuk mengganti kata kuli atau buruh. Penggantian kata gelandangan menjadi tuna wisma, pelacur menjadi tunasfusila, dan buta huruf menjadi tuna aksara adalah karena kata-kata tersebut dianggap kurang halus; kurang sopan menurut pandangan dan norma sosial. Proses penggantian nama atau penyebutan baru masih akan terus berlangsung sesuai dengan perkembangan pandangan dan norma budaya yang ada di dalam masyarakat.
2.      PENGISTILAHAN
Berbeda dengan proses penamaan atau penyebutan yang lebih banyak berlangsung secara arbitrer, mka pengistilahan lebih banyak berlangsung menurut statu prosedur. Ini terjadi karena pengistilahan dilakukan untuk mendapatkan “ketepatan” dan “kecermatan” makna untuk statu bidang kegiatan atau keilmuan.
Istilah memiliki makna yang tepat dan cermat serta digunakan untuk satu bidang tertentu, sedangkan nama masih bersifat umum.
Misalnya kata <telinga> dan <kuping> sebagai nama yang dianggap bersinonim. Tetapi dalam bidang kedokteran telinga dan kuping digunakan sebagai istilah untuk acuan yang berbeda; telinga adalah alat pendengaran bagian dalam, sedangkan kuping adalah bagian luarnya.
3.      PENDEFINISIAN
Pendefinisaian adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja untuk mengungkapkan dengan kata-kata akan suatu benda, konsep, proses, aktivitas, peristiwa, dan sebagainya. Berdasarkan taraf kejelasannya, definisi diklasifikasikan menjadi 5 yaitu:
1)        Definisi Sinonimis
Suatu kata didefinisikan dengan sebuah kata lain yang merupakan sinonim dari kata tersebut. Contoh: kata ayah didefinisikan dengan kata bapak. Ketidakjelasan definisi ini adalah karena definisi yang diberikan bersifat berputar balik (circum of means).
2)        Definisi Formal
Dalam definisi formal ini, konsep atau ide yang akan didefinisikan itu disebutkan terlebih dahulu sebuah ciri umumnya, lalu disebutkan pula sebuah ciri khusus yang menjadi pembeda dengan konsep atau ide lain yang sama ciri umumnya.
Misalnya kata bis konsep/ide ciri umum Ciri khusus bis kendaraan umum dapat memuat banyak penumpang.
Ciri khusus yang menjadi pembeda ini dapat berupa salah satu unsur yang terdapat pada konsep yang didefinisikan itu, seperti unsur kuantitas (misalnya banyak penumpang pada definisi bis), atau juga unsur tujuan, bahan, kegunaan, kerja, kualitas, dan sebagainya.
Definisi formal ini pada taraf tertentu memang sudah cukup jelas, tetapi pada taraf yang lebih jauh seringkali tidak memuaskan. Umpamanya definisi bis di atas yang dikatakan adalah kendaraan umum dan dapat memuat banyak penumpang. Definisi itu belum bisa menjelaskan bedanya bis dengan kereta api dan pesawat terbang.
Kelemahan definisi formal di atas dapat diatasi dengan pendefinisian yang lebih luas, yaitu dengan membuat definisi logis dan definisi ensiklopedis.
3)        Definisi Logis
Definisi logis mengidentifikasi secara tegas objek, ide atau konsep yang didefinisikan itu sedemikian rupa, sehingga objek tersebut berbeda secara nyata dengan objek-objek lain. Definisi logis ini biasa terdapat dalam buku-buku pelajaran, dan karena itu sifatnya (agak) ilmiah.
Contoh: air adalah zat cair yang jatuh dari awan sebagai hujan, mengaliri sungai, menggenangi danau dan lautan, meliputi dua pertiga bagian dari permukaan bumi, merupakan unsur pokok dari kehidupan, campuran oxida hidrogen H2O, tanpa bau, tanpa bau, tanpa rasa dan tanpa warna, tetapi tampak kebiru-biruan pada lapisan yang tabal, membeku pada suhu nol derajat Celsius, mendidih pada suhu 100 derajat Celsius, mempunyai berat jenis maksimum pada 4 derajat Celsius.
4)        Definisi Ensiklopedis
Definisi ensiklopedis lebih luas lagi dari definisi logis sebab definisi ensiklopedis ini menerangkan secara lengkap dan jelas serta cermat akan segala sesuatu yang berkenaan dengan kata atau konsep yang didefinisikan. Contoh: air adalah persenyawaan hidrogen dan oksigen, terdapat di mana-mana, dan dapat berwujud: (1). Gas, seperti uap air; (2). Cairan, seperti air yang sehari-hari dijumpai; (3). Padat, seperti es dan salju. Air merupakan zat pelarut yang baik sekali dan paling murah, terdapat di alam dalam keadaan tidak murni. Air murni berupa cairan yang tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna. Pada suhu 4 derajat celcius air mencapai maksimum berat jenis; dan 1 cm3 beratnya 1 gram. Didinginkan sampai nol derajat celcius atau 32 derajat farenheit, air berubah menjadi es yang lebih ringan daripada air. Air mengembang sewaktu membeku. Bila dipanaskan sampai titik didih (100 derajat celcius atau 212 derajat fahrenheit), air berubah menjadi uap. Air murni bukanlah konduktor yang baik. Dia merupakan persenyawaan dua atom hydrogen dan satu atom oksigen; rumus kimianya H2O. Kira-kira 70% dari permukaan bumi tertutup air. Manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan memerlukan air untuk hidup. Tenaga air mempunyai arti ekonomi yang besar.
5)        Definisi Batasan/ Definisi Operasional
Jenis definisi lain banyak dibuat dan digunakan orang adalah definisi yang sifatnya membatasi (di sini kita sebut juga definisi batasan). Definisi ini dibuat orang untuk membatasi konsep-konsep yang akan dikemukakan dalam suatu tulisan atau pembicaraan. Oleh karena itu, sering juga disebut definisi operasional.
Definisi ini hanya digunakan untuk keperluan tertentu, terbatas pada suatu topik pembicaraan, umpamanya: Yang dimaksud dengan air dalam tulisan ini adalah zat cair yang merupakan kebutuhan hidup manusia sehari-hari, seperti untuk makan, untuk minum, mandi, dan cuci.
Yang dimaksud dengan air dalam pembahasan ini adalah segala zat cair yang terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan, baik yang ada di dalam batang (seperti air tebu), maupun yang ada di dalam buah.

Rabu, 03 April 2013

makalah semantik tentang makna dan masalahnya



BAB 1
LATAR BELAKANG

Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang berada pada tataran makna. Verhaar, dalam Pateda (2010:7) mengatakan bahwa semantik adalah teori makna atau teori arti ( Inggris semantics kata sifatnya semantic yang dalam Bahasa Indonesia dipadankan dengan kata semantik sebagai nomina dan semantis sebagai ajektiva). Kata semantik disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik ynag mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya, (Chaer, 1995 :2). Dalam mata kuliah semantik ini beberapa ruang lingkup yang akan dibahas adalah berbagai masalah makna dalam linguistik. Salah satunya adalah pembahasan mengenai makna dan masalahnya.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian makna, informasi, maksud, tanda, lambang, konsep dan definisi, serta beberapa kaidah umum dalam studi semantik. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang perbedaan makna, informasi dan maksud, serta dapat menambah pengetahuan para pembaca mengenai studi semantik.


BAB 2
PEMBAHASAN

Objek studi semantik adalah makna, atau dengan lebih tepat makna yang terdapat dalam satuan-satuan ujaran seperti kata, frase, klausa, dan kalimat. Persoalan makna memang sangat sulit dan ruwet, walaupun makna ini adalah persoalan bahasa, tetapi keterkaiatan dan keterkaitannya dengan segala segi kehidupan manusia sangat erat. (Chaer : 27 , 1995)
Alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali, bahasa muncul dan diperlukan dalam segala kegiatan seperti pendidikan, perdagangan, keagamaan, politik, militer dan sebagainya. Bahasa telah mempermudah dan memperlancar semua kegiatan dengan baik, dan bahasa mampu mentransfer, keinginan, gagasan kehendak dan emosi dari seorang manusia kepada manuisa lainnya. Bahasa yang wujudnya berupa bunyi-bunyi ujar dalam suatu pola bersistem tidak lain dari pada lambang-lambang konsep dan gagasan yang dipahami dan disepakati bersama oleh para anggota penuturnya.
Persoalan dan hambatan itu lebih banyak terjadi sebagai akibat dari kemampuan berbahasa dan bermalas penuturnya yang kurang, sehingga seringkali mereka tidak bisa membedakan apa yang disebut informasi dan maksud. (Chaer,1995:28)

1.        Pengertian Makna
Agar dapat memahami makna atau arti kita perlu melihat kembali pada teori yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur yaitu :
1)      Yang diartikan (Perncis : signife, Inggris, Signified)
2)      Yang mengartikan (Perancis, signifiant, inggris, signifier)
Tidak lain darinya konsep atau makan dari suatu tanda bunyi. Sedangkan yang mengartikan itu adalah tidak lain dari bunyi-bunyi itu, yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dari bahasa (intralingual), yang biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu relefan yang merupakan unsur luar biasa (exstalingual).
Sebuah tanda linguistik dapat juga berwujud sebuah gabungan kata (yang dalam dunia pengajaran dikenal dengan nama kata majemuk). Misalnya meja hijau yang bermakna pengadilan, sampul surat yang bermakna amplop, dan mata sapi yang berarti telor yang digoreng tanpa dihancurkan.
Pada bidang semantik istilah yang bisa digunakan untuk tanda linguistik itu adalah leksem, yang lazim didefinisikan sebagai kata atau frase yang merupakan satuan makna. Sedangkan istilah yang lazim didefinisikan sebagai satuan bahasa yang berdiri sendiri dan dapat terjadi dari fonem tunggal atau gabungan morfem adalah istilah dalam bidang gramatik.
Makna atau konsep bersifat umum, sedangkan sesuatu yang dirujuk yang berada diluar dunia bahasa, bersifat tertentu. Hubungan kata dengan maknanya, seperti yang suah disebutkan pada bab terdahulu memang bersifat arbiter artinya tidak ada hubungan wajib antara deretan fonem pembentuk kata itu dengan maknanya. Namun hubungannya bersifat konvensional, artinya disepakati oleh setiap anggota masyarakat atau suatu bahasa untuk mematuhi hubungan itu. Sebab kalau tidak berkomunikasi verbal yang dilakukan akan mendapat hambatan. Oleh karena itu dapat dikatakan, secara sinkronis hubungan kata dengan maknanya tidak akan berubah.
Secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah sesuai dimana perkembangan budaya dan masyarakat yang bersangkutan.Jadi, referen sebuah kata adalah tetap, tidak berubah adanya kesan tidak tetap atau berubah itu adalah karena digunakannya kata itu secara metaforis.
2.      Informasi
Diatas sudah disebutkan bahwa makna adalah unsur dari sebuah kata atau lebih tepat sebagai gejala dalan ujaran. (Utterance-internal-phenomena). Ada prinsip umum dalam semantik yang menyatakan bahwa kalau bentuk (maksudnya bentuk kata atau leksem). Sampai saat ini banyak orang, termasuk banyak linguis, yang mengatakan bahwa kata ayah sama maknanya dengan bola ditendang Dika, sebab keduanya memberi pengertian, keterangan atau informasi yang sama. Mereka mengacukan pengertian tentang makna dengan pengertian informasi. Gejala dalam ujaran (Utterance-internal-phenomena). Tetapi dalam frase Bapak Presiden yang terhormat tidak dapat diganti menjadi Ayah Presiden yang terhormat. Keduanya memberikan informasi yang sama, yaitu “Dika menendang bola” tetapi maknanya jelas tidak sama. Kalimat Dika menendang bola mengandung makna aktif, sedangkan kalimat bola ditendang Dika mengandung makna pasif. Banyak orang mengatakan bahwa kedua kalimat itu bersifat obsional. Kehadiran preposisi oleh pada kalimat kedua memberi makna penonjolan akan adanya pelaku, sedangkan pada kalimat pertama penonjolan akan adanya pelaku itu tidak ada.
Karena mengacaukan pengertian makna dengan informasi, makna banyak juga orang yang mengatakan suatu kalimat tertentu sama maknanya dengan parafrase dari kalimat itu malah bait puisi berikut (dari Ali Hasyim)
Begitu hilang sudah melayang
Hari mudaku sudah pergi
Sekarang petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi
Adalah parafrase dari kalimat saya sudah tua karena informasinya sama. Disamping parafrase ada juga istilah perifrase, yaitu informasi yang sama dengan rumusan yang lebih panjang.
Begitu juga frase gadis yang mengenakan baju merah itu adalah perifrase menambah sesuatu pada yang diperifrasekan tetapi tetap mempertahankan informasinya yang sama. Dapat dikatakan bahwa setiap perifase adalah parafase juga, tetapi tidak setiap parafrase adalah perifrase.
3.      Maksud
Diatas telah dibicarakan bedanya makna dengan informasi. Makna adalah gejala dalam ujaran, sedangkan informasi adalah gejala luar ujaran. Selain informasi sebagai sesuatu yang luar ujaran ada lagi sesuatu yang lain yang juga luar ujaran, yaitu yang disebut maksud (Chaer, 1995 :33).
Informasi dan maksud sama-sama sesuatu yang luar ujaran. Dilihat dari segi objeknya atau yang dibicarakan; sedangkan maksud dilihat dari segi Si pengujar, orang yang berbicara atau pihak subjeknya. Disini orang yang berbicara itu mengujarkan suatu ujaran entah berupa kalimat maupun frase, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah itu sendiri. Disimpang-simpang jalan di Jakarta banyak pedagang asongan menawarkan barang dagangannya kepada para pengemudi atau penumpang kendaraan (yang kebetulan kendaraannya tertahan arus lalu lintas) dengan kalimat tanya “koran, koran ?” atau “ jeruk, Pak?”. Padahal mereka tidak bermaksud bertanya, melainkan bermaksud menawarkan.
Maksud banyak digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang disebut metafora, ironi, litotes, dan bentuk-bentuk gaya bahasa lain. Selama masih menyangkut segi bahasa, maka maksud itu masih dapat disebut sebagai persoalan bahasa. (Chaer, 1995 :36).
Sebagai penutup pembicaraan makna, maksud dan informasi ini, perhatikan diagram dari Verhaan (1978) berikut :
ISTILAH
Segi (dalam keseluruhan peristiwa pengujaran
Jenis Semantik
MAKNA
Segi lingual atau dalam ujaran
Semantik kalimat gramatikal dan leksikal
INFORMASI
Segi objektif (yakni segi yang dibicarakan)
(Luar semantik;ekstralingual)
MAKSUD
Segi subjektif (yakni dipihak pemakai bahasa)
Semantik maksud
            Sekali lagi kita perhatikan, makna menyangkut segi lingual atau dalam ujara, sehingga padanya kita menemukan persoalan semantik leksikal, semantik gramatikal, semantiuk kalimat. Sedangkan informasi menyangkut segi objek yang dibicarakan. Jadi informasi tidak menyangkut persoalan semantik karena sifatnya yang berada diluar bahasa (ekstralingual).Sebaliknya maksud yang menyangkut pihak pengujar masih memiliki persoalan semantik, asal saja lambang-lambang yang digunakan masih berbentuk lingual. (Chaer, 1995 :37).
4.        Tanda, Lambang, Konsep, dan Definisi
Tanda dalam bahasa Indonesia pertama-tama adalah berarti “bekas”. Pukulan rotan yang cukup keras pada punggung akan memberi bekas. Bekas pukulan itu, yang berwarna kemerahan, menjadi tanda akan telah terjadi suatu pukulan dengan rotan pada tempat tersebut. Dari contoh diatas kita dapat melihat bahwa dengan hal yang ditandai bersifat langsung.
Lambang sebenarnya juga adalah tanda. Hanya bedanya lambang ini tidak memberi tanda secara langsung, melainkan melalui sesuatu yang lain. Warna merah pada bendera sang merah putih merupakan lambang “kesucian”. Seperti kata Ogden dan Richard (1972 : 9) lambang ini bersifat konvensional, perjanjian, tetapi ia dapat diorganisir, direkam dan dikomunikasikan.
Bunyi-bunyi bahasa atau satuan bahasa sebenarnya termasuk lambang sebab sifatnya konvensional. Untuk memahami makna atau yang diacu oleh bunyi-bunyi bahasa itu kita harus mempelajarinya.
Simbol adalah kata serapan yang berpadangan dengan kata Indonesia lambang. Dalam karangan ini kedua kata itu dianggap mewakili konsep yang sama, meskipun mungkin distribusi penggunaan berbeda.
Lambang bahasa yang berupa kata, gabungan kata, maupun satuan ujaran lainnya sama dengan lambang dan tanda dalam bidang lain “mewakili” suatu konsep yang berada didunia ide atau pikiran kita. Umpamanya kata (kursi) “mewakili” suatu konsep dalam benak kita berupa benda yang bisa digunakan sebagai tempat duduk dengan wujudnya yang sedemikian rupa sehingga nyaman untuk di duduki.
Konsep sebagai referen dari suatu lambang memang tidak pernah bisa “sempurna”. Oleh karena itulah, kalau kita menyebut (kursi) atau (pemuda) atau lambang apa saja, orang sering bertanya “apa yang anda maksud dengan kursi itu ?” atau juga “apa atau siapa yang anda maksud dengan pemuda itu? Semua itu berusaha merumuskan konsep-konsep yang ada dalam dunia, idenya dalam suatu rumusan yang disebut definisi atau batasan. Secara umum definisi atau batasan ini memberi rumusan yang lebih teliti mengenai suatu konsep.
5.        Beberapa Kaidah Umum
Beberapa kaidah umum yang perlu diperhatikan berkenaan dengan studi semantik adalah :
a.         Hubungan antara sebuah kata dengan rujukan atau acuannya bersifat arbitrer.
b.         Secara sinkronik makna sebuah kata atau leksem tidak berubah, secara diakronik ada kemungkinan berubah.
c.         Bentuk-bentuk yang berbeda akan berbeda pula maknanya, meskipun kedua kata atau leksem tersebut bersinonim.
d.        Setiap bahasa memiliki sistem semantik sendiri yang berbeda dengan sistem semantik bahasa lain, karena sistem semantik berkaitan erat dengan sistem budaya masyarakat pemakainya, dan sistem budaya yang melatar belakangi setiap bahasa itu berbeda.
e.         Makna setiap kata atau leksem dalam suatu bahasa sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup dan sikap anggota masyarakat yang bersangkutan.
f.          Luasnya makna yang dikandung sebuah bentuk gramatikal berbanding terbalik dengan luasnya bentuk tersebut.










BAB 3
KESIMPULAN

Dari uraian materi pada bagian isi dapat disimpulkan bahwa makna, informasi, dan maksud memiliki perbedaan. Makna merupakan gejala dalam ujaran atau dapat dikatakan sebagai tanda linguistik yang biasanya merujuk atau mengacu pada suatu referen. Sedangkan informasi adalah gejala luar ujaran. Dan maksud merupakan gejala diluar ujaran pula, namun perbedaannya dengan informasi adalah jika informasi merupakan sesuatu diluar ujaran yang dilihat dari segi objek atau yang dibicarakan, maka maksud merupakan sesuatu diluar ujaran yang dilihat dari segi subjek atau pengujar.
Selain istilah makna, informasi dan maksud, ada juga pembahasan mengenai tanda, lambang, konsep, dan definisi. Tanda merupakan hubungan yang bersifat langsung antara suatu kejadian dengan tanda tersebut, sedangkan lambang tidak memberi tanda secara langsung, melainkan dengan sesuatu yang lain. Konsep merupakan referen atau rujukan dari suatu lambang. Sedangkan definisi adalah rumusan yang lebih rinci dari suatu konsep.


Beberapa kaidah umum yang perlu diperhatikan berkenaan dengan studi semantik adalah :
a.       Hubungan antara sebuah kata / dengan rujukan atau acuannya bersifat arbitrer.
b.      Secara sinkronik makna sebuah kata / leksem tidak berubah, secara diakronik ada kemungkinan berubah
c.       Bentuk-bentuk yang berbeda akan berbeda pula maknanya
d.      Setiap bahasa memiliki sistem semantik sendiri yang berbeda
e.       Makna kata / leksem dipengaruhi pandangan hidup dan sikap anggota masyarakat.
f.       Luasnya makna sebuah gramatikal berbanding terbalik dengan luasnya bentuk.







DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Bandung : Rineka Cipta
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik. Leksikal. Bandung : Rineka Cipta