BAB 1
LATAR
BELAKANG
Semantik
merupakan salah satu cabang linguistik yang berada pada tataran makna. Verhaar,
dalam Pateda (2010:7) mengatakan bahwa semantik adalah teori makna atau teori
arti ( Inggris semantics kata sifatnya semantic yang dalam Bahasa Indonesia
dipadankan dengan kata semantik sebagai nomina dan semantis sebagai ajektiva).
Kata semantik disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik
ynag mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang
ditandainya, (Chaer, 1995 :2). Dalam mata kuliah semantik ini beberapa ruang
lingkup yang akan dibahas adalah berbagai masalah makna dalam linguistik. Salah
satunya adalah pembahasan mengenai makna dan masalahnya.
Dalam makalah
ini akan dibahas mengenai pengertian makna, informasi, maksud, tanda, lambang, konsep dan definisi, serta
beberapa kaidah umum dalam studi semantik. Dengan demikian diharapkan dapat
memberikan penjelasan tentang perbedaan makna, informasi dan maksud, serta
dapat menambah pengetahuan para pembaca mengenai studi semantik.
BAB 2
PEMBAHASAN
Objek studi
semantik adalah makna,
atau dengan lebih tepat makna yang terdapat dalam satuan-satuan ujaran seperti
kata, frase, klausa, dan kalimat. Persoalan makna memang sangat sulit dan
ruwet, walaupun makna ini adalah persoalan bahasa, tetapi keterkaiatan dan
keterkaitannya dengan segala segi kehidupan manusia sangat erat. (Chaer : 27 ,
1995)
Alat interaksi
sosial peranan bahasa besar sekali, bahasa muncul dan diperlukan dalam segala
kegiatan seperti pendidikan, perdagangan, keagamaan, politik, militer dan
sebagainya. Bahasa telah mempermudah dan memperlancar semua kegiatan dengan
baik, dan bahasa mampu mentransfer, keinginan, gagasan kehendak dan emosi dari
seorang manusia kepada manuisa lainnya. Bahasa yang wujudnya berupa bunyi-bunyi
ujar dalam suatu pola bersistem tidak lain dari pada lambang-lambang konsep dan
gagasan yang dipahami dan disepakati bersama oleh para anggota penuturnya.
Persoalan dan
hambatan itu lebih banyak terjadi sebagai akibat dari kemampuan berbahasa dan
bermalas penuturnya yang kurang, sehingga seringkali mereka tidak bisa
membedakan apa yang disebut informasi dan maksud. (Chaer,1995:28)
1.
Pengertian Makna
Agar dapat
memahami makna atau arti kita perlu melihat kembali pada teori yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure, setiap tanda linguistik terdiri
dari dua unsur yaitu :
1)
Yang diartikan (Perncis : signife, Inggris, Signified)
2)
Yang mengartikan (Perancis, signifiant, inggris,
signifier)
Tidak lain darinya konsep atau makan dari suatu
tanda bunyi. Sedangkan yang mengartikan itu adalah tidak lain dari bunyi-bunyi
itu, yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata
lain, setiap tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua
unsur ini adalah unsur dari bahasa (intralingual), yang biasanya merujuk atau
mengacu kepada sesuatu relefan yang merupakan unsur luar biasa (exstalingual).
Sebuah tanda
linguistik dapat juga berwujud sebuah gabungan kata (yang dalam dunia
pengajaran dikenal dengan nama kata majemuk). Misalnya meja hijau yang bermakna
pengadilan, sampul surat yang bermakna amplop, dan mata sapi yang berarti telor
yang digoreng tanpa dihancurkan.
Pada bidang
semantik istilah yang bisa digunakan untuk tanda linguistik itu adalah leksem,
yang lazim didefinisikan sebagai kata atau frase yang merupakan satuan makna.
Sedangkan istilah yang lazim didefinisikan sebagai satuan bahasa yang berdiri
sendiri dan dapat terjadi dari fonem tunggal atau gabungan morfem adalah
istilah dalam bidang gramatik.
Makna atau
konsep bersifat umum, sedangkan sesuatu yang dirujuk yang berada diluar dunia
bahasa, bersifat tertentu. Hubungan kata dengan maknanya, seperti yang suah
disebutkan pada bab terdahulu memang bersifat arbiter artinya tidak ada
hubungan wajib antara deretan fonem pembentuk kata itu dengan maknanya. Namun
hubungannya bersifat konvensional, artinya disepakati oleh setiap anggota
masyarakat atau suatu bahasa untuk mematuhi hubungan itu. Sebab kalau tidak
berkomunikasi verbal yang dilakukan akan mendapat hambatan. Oleh karena itu
dapat dikatakan, secara sinkronis hubungan kata dengan maknanya tidak akan
berubah.
Secara
diakronis ada kemungkinan bisa berubah sesuai dimana perkembangan budaya dan
masyarakat yang bersangkutan.Jadi, referen sebuah kata adalah tetap, tidak
berubah adanya kesan tidak tetap atau berubah itu adalah karena digunakannya
kata itu secara metaforis.
2.
Informasi
Diatas sudah
disebutkan bahwa makna adalah unsur dari sebuah kata atau lebih tepat sebagai
gejala dalan ujaran. (Utterance-internal-phenomena). Ada prinsip umum dalam
semantik yang menyatakan bahwa kalau bentuk (maksudnya bentuk kata atau leksem). Sampai saat ini banyak orang,
termasuk banyak linguis, yang mengatakan bahwa kata ayah sama maknanya dengan
bola ditendang Dika, sebab keduanya memberi pengertian, keterangan atau
informasi yang sama. Mereka mengacukan pengertian tentang makna dengan
pengertian informasi. Gejala dalam ujaran (Utterance-internal-phenomena).
Tetapi dalam frase Bapak Presiden yang terhormat tidak dapat diganti menjadi
Ayah Presiden yang terhormat. Keduanya memberikan informasi yang sama, yaitu
“Dika menendang bola” tetapi maknanya jelas tidak sama. Kalimat Dika menendang
bola mengandung makna aktif, sedangkan kalimat bola ditendang Dika mengandung
makna pasif. Banyak orang mengatakan bahwa kedua kalimat itu bersifat obsional.
Kehadiran preposisi oleh pada kalimat kedua memberi makna penonjolan akan
adanya pelaku, sedangkan pada kalimat pertama penonjolan akan adanya pelaku itu
tidak ada.
Karena
mengacaukan pengertian makna dengan informasi, makna banyak juga orang yang
mengatakan suatu kalimat tertentu sama maknanya dengan parafrase dari kalimat
itu malah bait puisi berikut (dari Ali Hasyim)
Begitu hilang sudah melayang
Hari mudaku sudah pergi
Sekarang petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi
Adalah
parafrase dari kalimat saya sudah tua karena informasinya sama. Disamping parafrase ada juga
istilah perifrase, yaitu informasi yang sama dengan rumusan yang lebih panjang.
Begitu juga
frase gadis yang mengenakan baju merah itu adalah perifrase menambah sesuatu
pada yang diperifrasekan tetapi tetap mempertahankan informasinya yang sama.
Dapat dikatakan bahwa setiap perifase adalah parafase juga, tetapi tidak setiap
parafrase adalah perifrase.
3.
Maksud
Diatas telah
dibicarakan bedanya makna dengan informasi. Makna adalah gejala dalam ujaran,
sedangkan informasi adalah gejala luar ujaran. Selain informasi sebagai sesuatu
yang luar ujaran ada lagi sesuatu yang lain yang juga luar ujaran, yaitu yang
disebut maksud (Chaer, 1995 :33).
Informasi dan
maksud sama-sama sesuatu yang luar ujaran. Dilihat dari segi objeknya atau yang
dibicarakan; sedangkan maksud dilihat dari segi Si pengujar, orang yang
berbicara atau pihak subjeknya. Disini orang yang berbicara itu mengujarkan
suatu ujaran entah berupa kalimat maupun frase, tetapi yang dimaksudkannya
tidak sama dengan makna lahiriah itu sendiri. Disimpang-simpang jalan di
Jakarta banyak pedagang asongan menawarkan barang dagangannya kepada para
pengemudi atau penumpang kendaraan (yang kebetulan kendaraannya tertahan arus
lalu lintas) dengan kalimat tanya “koran, koran ?” atau “ jeruk, Pak?”. Padahal mereka tidak
bermaksud bertanya, melainkan bermaksud menawarkan.
Maksud banyak
digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang disebut metafora, ironi, litotes, dan
bentuk-bentuk gaya bahasa lain. Selama masih menyangkut segi bahasa, maka
maksud itu masih dapat disebut sebagai persoalan bahasa. (Chaer, 1995 :36).
Sebagai penutup
pembicaraan makna, maksud dan informasi ini, perhatikan diagram dari Verhaan
(1978) berikut :
ISTILAH
|
Segi (dalam keseluruhan peristiwa pengujaran
|
Jenis Semantik
|
MAKNA
|
Segi lingual atau dalam ujaran
|
Semantik kalimat gramatikal dan
leksikal
|
INFORMASI
|
Segi objektif (yakni segi yang
dibicarakan)
|
(Luar semantik;ekstralingual)
|
MAKSUD
|
Segi subjektif (yakni dipihak pemakai
bahasa)
|
Semantik maksud
|
Sekali lagi kita perhatikan, makna
menyangkut segi lingual atau dalam ujara, sehingga padanya kita menemukan persoalan semantik
leksikal, semantik gramatikal, semantiuk kalimat. Sedangkan informasi
menyangkut segi objek yang dibicarakan. Jadi informasi tidak menyangkut
persoalan semantik karena sifatnya yang berada diluar bahasa
(ekstralingual).Sebaliknya maksud yang menyangkut pihak pengujar masih memiliki
persoalan semantik, asal saja lambang-lambang yang digunakan masih berbentuk
lingual. (Chaer, 1995 :37).
4.
Tanda, Lambang, Konsep, dan Definisi
Tanda dalam
bahasa Indonesia pertama-tama adalah berarti “bekas”. Pukulan rotan yang cukup
keras pada punggung akan memberi bekas. Bekas pukulan itu, yang berwarna
kemerahan, menjadi tanda akan telah terjadi suatu pukulan dengan rotan pada
tempat tersebut. Dari contoh diatas kita dapat melihat bahwa dengan hal yang
ditandai bersifat langsung.
Lambang
sebenarnya juga adalah tanda. Hanya bedanya lambang ini tidak memberi tanda
secara langsung, melainkan melalui sesuatu yang lain. Warna merah pada bendera
sang merah putih merupakan lambang “kesucian”. Seperti kata Ogden dan
Richard (1972 : 9) lambang ini bersifat konvensional, perjanjian, tetapi ia
dapat diorganisir, direkam dan dikomunikasikan.
Bunyi-bunyi
bahasa atau satuan bahasa sebenarnya termasuk lambang sebab sifatnya
konvensional. Untuk memahami makna atau yang diacu oleh bunyi-bunyi bahasa itu
kita harus mempelajarinya.
Simbol adalah
kata serapan yang berpadangan dengan kata Indonesia lambang. Dalam karangan ini
kedua kata itu dianggap mewakili konsep yang sama, meskipun mungkin distribusi
penggunaan berbeda.
Lambang bahasa
yang berupa kata, gabungan kata, maupun satuan ujaran lainnya sama dengan
lambang dan tanda dalam bidang lain “mewakili” suatu konsep yang berada didunia
ide atau pikiran kita. Umpamanya kata (kursi) “mewakili” suatu konsep dalam
benak kita berupa benda yang bisa digunakan sebagai tempat duduk dengan
wujudnya yang sedemikian rupa sehingga nyaman untuk di duduki.
Konsep sebagai
referen dari suatu lambang memang tidak pernah bisa “sempurna”. Oleh karena
itulah, kalau kita menyebut (kursi) atau (pemuda) atau lambang apa saja, orang
sering bertanya “apa yang anda maksud dengan kursi itu ?” atau juga “apa atau
siapa yang anda maksud dengan pemuda itu? Semua itu berusaha merumuskan
konsep-konsep yang ada dalam dunia, idenya dalam suatu rumusan yang disebut
definisi atau batasan. Secara umum definisi atau batasan ini memberi rumusan
yang lebih teliti mengenai suatu konsep.
5.
Beberapa Kaidah Umum
Beberapa kaidah
umum yang perlu diperhatikan berkenaan dengan studi semantik adalah :
a.
Hubungan antara sebuah kata dengan rujukan atau acuannya
bersifat arbitrer.
b.
Secara sinkronik makna sebuah kata atau leksem tidak berubah, secara diakronik
ada kemungkinan berubah.
c.
Bentuk-bentuk yang berbeda akan berbeda pula maknanya,
meskipun kedua kata atau leksem
tersebut bersinonim.
d.
Setiap bahasa memiliki sistem semantik sendiri yang
berbeda dengan sistem semantik bahasa lain, karena sistem semantik berkaitan
erat dengan sistem budaya masyarakat pemakainya, dan sistem budaya yang melatar
belakangi setiap bahasa itu berbeda.
e.
Makna setiap kata atau leksem dalam suatu bahasa sangat
dipengaruhi oleh pandangan hidup dan sikap anggota masyarakat yang
bersangkutan.
f.
Luasnya makna yang dikandung sebuah bentuk gramatikal
berbanding terbalik dengan luasnya bentuk tersebut.
BAB 3
KESIMPULAN
Dari uraian
materi pada bagian isi dapat disimpulkan bahwa makna, informasi, dan maksud
memiliki perbedaan. Makna merupakan gejala dalam ujaran atau dapat dikatakan
sebagai tanda linguistik yang biasanya merujuk atau mengacu pada suatu referen. Sedangkan
informasi adalah gejala luar ujaran. Dan maksud merupakan gejala diluar ujaran
pula, namun perbedaannya dengan informasi adalah jika informasi merupakan
sesuatu diluar ujaran yang dilihat dari segi objek atau yang dibicarakan, maka
maksud merupakan sesuatu diluar ujaran yang dilihat dari segi subjek atau
pengujar.
Selain istilah
makna, informasi dan maksud, ada juga pembahasan mengenai tanda, lambang,
konsep, dan definisi.
Tanda merupakan hubungan yang bersifat langsung antara suatu kejadian dengan
tanda tersebut, sedangkan lambang tidak memberi tanda secara langsung,
melainkan dengan sesuatu yang lain. Konsep merupakan referen atau rujukan dari
suatu lambang. Sedangkan definisi adalah rumusan yang lebih rinci dari suatu
konsep.
Beberapa kaidah
umum yang perlu diperhatikan berkenaan dengan studi semantik adalah :
a.
Hubungan antara sebuah kata / dengan rujukan atau
acuannya bersifat arbitrer.
b.
Secara sinkronik makna sebuah kata / leksem tidak
berubah, secara diakronik ada kemungkinan berubah
c.
Bentuk-bentuk yang berbeda akan berbeda pula maknanya
d.
Setiap bahasa memiliki sistem semantik sendiri yang
berbeda
e.
Makna kata / leksem dipengaruhi pandangan hidup dan sikap
anggota masyarakat.
f.
Luasnya makna sebuah gramatikal berbanding terbalik
dengan luasnya bentuk.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1995. Pengantar
Semantik Bahasa Indonesia. Bandung : Rineka Cipta
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik. Leksikal. Bandung : Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar