Rabu, 03 April 2013

makalah semantik tentang makna dan masalahnya



BAB 1
LATAR BELAKANG

Semantik merupakan salah satu cabang linguistik yang berada pada tataran makna. Verhaar, dalam Pateda (2010:7) mengatakan bahwa semantik adalah teori makna atau teori arti ( Inggris semantics kata sifatnya semantic yang dalam Bahasa Indonesia dipadankan dengan kata semantik sebagai nomina dan semantis sebagai ajektiva). Kata semantik disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik ynag mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya, (Chaer, 1995 :2). Dalam mata kuliah semantik ini beberapa ruang lingkup yang akan dibahas adalah berbagai masalah makna dalam linguistik. Salah satunya adalah pembahasan mengenai makna dan masalahnya.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian makna, informasi, maksud, tanda, lambang, konsep dan definisi, serta beberapa kaidah umum dalam studi semantik. Dengan demikian diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang perbedaan makna, informasi dan maksud, serta dapat menambah pengetahuan para pembaca mengenai studi semantik.


BAB 2
PEMBAHASAN

Objek studi semantik adalah makna, atau dengan lebih tepat makna yang terdapat dalam satuan-satuan ujaran seperti kata, frase, klausa, dan kalimat. Persoalan makna memang sangat sulit dan ruwet, walaupun makna ini adalah persoalan bahasa, tetapi keterkaiatan dan keterkaitannya dengan segala segi kehidupan manusia sangat erat. (Chaer : 27 , 1995)
Alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali, bahasa muncul dan diperlukan dalam segala kegiatan seperti pendidikan, perdagangan, keagamaan, politik, militer dan sebagainya. Bahasa telah mempermudah dan memperlancar semua kegiatan dengan baik, dan bahasa mampu mentransfer, keinginan, gagasan kehendak dan emosi dari seorang manusia kepada manuisa lainnya. Bahasa yang wujudnya berupa bunyi-bunyi ujar dalam suatu pola bersistem tidak lain dari pada lambang-lambang konsep dan gagasan yang dipahami dan disepakati bersama oleh para anggota penuturnya.
Persoalan dan hambatan itu lebih banyak terjadi sebagai akibat dari kemampuan berbahasa dan bermalas penuturnya yang kurang, sehingga seringkali mereka tidak bisa membedakan apa yang disebut informasi dan maksud. (Chaer,1995:28)

1.        Pengertian Makna
Agar dapat memahami makna atau arti kita perlu melihat kembali pada teori yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur yaitu :
1)      Yang diartikan (Perncis : signife, Inggris, Signified)
2)      Yang mengartikan (Perancis, signifiant, inggris, signifier)
Tidak lain darinya konsep atau makan dari suatu tanda bunyi. Sedangkan yang mengartikan itu adalah tidak lain dari bunyi-bunyi itu, yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dari bahasa (intralingual), yang biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu relefan yang merupakan unsur luar biasa (exstalingual).
Sebuah tanda linguistik dapat juga berwujud sebuah gabungan kata (yang dalam dunia pengajaran dikenal dengan nama kata majemuk). Misalnya meja hijau yang bermakna pengadilan, sampul surat yang bermakna amplop, dan mata sapi yang berarti telor yang digoreng tanpa dihancurkan.
Pada bidang semantik istilah yang bisa digunakan untuk tanda linguistik itu adalah leksem, yang lazim didefinisikan sebagai kata atau frase yang merupakan satuan makna. Sedangkan istilah yang lazim didefinisikan sebagai satuan bahasa yang berdiri sendiri dan dapat terjadi dari fonem tunggal atau gabungan morfem adalah istilah dalam bidang gramatik.
Makna atau konsep bersifat umum, sedangkan sesuatu yang dirujuk yang berada diluar dunia bahasa, bersifat tertentu. Hubungan kata dengan maknanya, seperti yang suah disebutkan pada bab terdahulu memang bersifat arbiter artinya tidak ada hubungan wajib antara deretan fonem pembentuk kata itu dengan maknanya. Namun hubungannya bersifat konvensional, artinya disepakati oleh setiap anggota masyarakat atau suatu bahasa untuk mematuhi hubungan itu. Sebab kalau tidak berkomunikasi verbal yang dilakukan akan mendapat hambatan. Oleh karena itu dapat dikatakan, secara sinkronis hubungan kata dengan maknanya tidak akan berubah.
Secara diakronis ada kemungkinan bisa berubah sesuai dimana perkembangan budaya dan masyarakat yang bersangkutan.Jadi, referen sebuah kata adalah tetap, tidak berubah adanya kesan tidak tetap atau berubah itu adalah karena digunakannya kata itu secara metaforis.
2.      Informasi
Diatas sudah disebutkan bahwa makna adalah unsur dari sebuah kata atau lebih tepat sebagai gejala dalan ujaran. (Utterance-internal-phenomena). Ada prinsip umum dalam semantik yang menyatakan bahwa kalau bentuk (maksudnya bentuk kata atau leksem). Sampai saat ini banyak orang, termasuk banyak linguis, yang mengatakan bahwa kata ayah sama maknanya dengan bola ditendang Dika, sebab keduanya memberi pengertian, keterangan atau informasi yang sama. Mereka mengacukan pengertian tentang makna dengan pengertian informasi. Gejala dalam ujaran (Utterance-internal-phenomena). Tetapi dalam frase Bapak Presiden yang terhormat tidak dapat diganti menjadi Ayah Presiden yang terhormat. Keduanya memberikan informasi yang sama, yaitu “Dika menendang bola” tetapi maknanya jelas tidak sama. Kalimat Dika menendang bola mengandung makna aktif, sedangkan kalimat bola ditendang Dika mengandung makna pasif. Banyak orang mengatakan bahwa kedua kalimat itu bersifat obsional. Kehadiran preposisi oleh pada kalimat kedua memberi makna penonjolan akan adanya pelaku, sedangkan pada kalimat pertama penonjolan akan adanya pelaku itu tidak ada.
Karena mengacaukan pengertian makna dengan informasi, makna banyak juga orang yang mengatakan suatu kalimat tertentu sama maknanya dengan parafrase dari kalimat itu malah bait puisi berikut (dari Ali Hasyim)
Begitu hilang sudah melayang
Hari mudaku sudah pergi
Sekarang petang datang membayang
Batang usiaku sudah tinggi
Adalah parafrase dari kalimat saya sudah tua karena informasinya sama. Disamping parafrase ada juga istilah perifrase, yaitu informasi yang sama dengan rumusan yang lebih panjang.
Begitu juga frase gadis yang mengenakan baju merah itu adalah perifrase menambah sesuatu pada yang diperifrasekan tetapi tetap mempertahankan informasinya yang sama. Dapat dikatakan bahwa setiap perifase adalah parafase juga, tetapi tidak setiap parafrase adalah perifrase.
3.      Maksud
Diatas telah dibicarakan bedanya makna dengan informasi. Makna adalah gejala dalam ujaran, sedangkan informasi adalah gejala luar ujaran. Selain informasi sebagai sesuatu yang luar ujaran ada lagi sesuatu yang lain yang juga luar ujaran, yaitu yang disebut maksud (Chaer, 1995 :33).
Informasi dan maksud sama-sama sesuatu yang luar ujaran. Dilihat dari segi objeknya atau yang dibicarakan; sedangkan maksud dilihat dari segi Si pengujar, orang yang berbicara atau pihak subjeknya. Disini orang yang berbicara itu mengujarkan suatu ujaran entah berupa kalimat maupun frase, tetapi yang dimaksudkannya tidak sama dengan makna lahiriah itu sendiri. Disimpang-simpang jalan di Jakarta banyak pedagang asongan menawarkan barang dagangannya kepada para pengemudi atau penumpang kendaraan (yang kebetulan kendaraannya tertahan arus lalu lintas) dengan kalimat tanya “koran, koran ?” atau “ jeruk, Pak?”. Padahal mereka tidak bermaksud bertanya, melainkan bermaksud menawarkan.
Maksud banyak digunakan dalam bentuk-bentuk ujaran yang disebut metafora, ironi, litotes, dan bentuk-bentuk gaya bahasa lain. Selama masih menyangkut segi bahasa, maka maksud itu masih dapat disebut sebagai persoalan bahasa. (Chaer, 1995 :36).
Sebagai penutup pembicaraan makna, maksud dan informasi ini, perhatikan diagram dari Verhaan (1978) berikut :
ISTILAH
Segi (dalam keseluruhan peristiwa pengujaran
Jenis Semantik
MAKNA
Segi lingual atau dalam ujaran
Semantik kalimat gramatikal dan leksikal
INFORMASI
Segi objektif (yakni segi yang dibicarakan)
(Luar semantik;ekstralingual)
MAKSUD
Segi subjektif (yakni dipihak pemakai bahasa)
Semantik maksud
            Sekali lagi kita perhatikan, makna menyangkut segi lingual atau dalam ujara, sehingga padanya kita menemukan persoalan semantik leksikal, semantik gramatikal, semantiuk kalimat. Sedangkan informasi menyangkut segi objek yang dibicarakan. Jadi informasi tidak menyangkut persoalan semantik karena sifatnya yang berada diluar bahasa (ekstralingual).Sebaliknya maksud yang menyangkut pihak pengujar masih memiliki persoalan semantik, asal saja lambang-lambang yang digunakan masih berbentuk lingual. (Chaer, 1995 :37).
4.        Tanda, Lambang, Konsep, dan Definisi
Tanda dalam bahasa Indonesia pertama-tama adalah berarti “bekas”. Pukulan rotan yang cukup keras pada punggung akan memberi bekas. Bekas pukulan itu, yang berwarna kemerahan, menjadi tanda akan telah terjadi suatu pukulan dengan rotan pada tempat tersebut. Dari contoh diatas kita dapat melihat bahwa dengan hal yang ditandai bersifat langsung.
Lambang sebenarnya juga adalah tanda. Hanya bedanya lambang ini tidak memberi tanda secara langsung, melainkan melalui sesuatu yang lain. Warna merah pada bendera sang merah putih merupakan lambang “kesucian”. Seperti kata Ogden dan Richard (1972 : 9) lambang ini bersifat konvensional, perjanjian, tetapi ia dapat diorganisir, direkam dan dikomunikasikan.
Bunyi-bunyi bahasa atau satuan bahasa sebenarnya termasuk lambang sebab sifatnya konvensional. Untuk memahami makna atau yang diacu oleh bunyi-bunyi bahasa itu kita harus mempelajarinya.
Simbol adalah kata serapan yang berpadangan dengan kata Indonesia lambang. Dalam karangan ini kedua kata itu dianggap mewakili konsep yang sama, meskipun mungkin distribusi penggunaan berbeda.
Lambang bahasa yang berupa kata, gabungan kata, maupun satuan ujaran lainnya sama dengan lambang dan tanda dalam bidang lain “mewakili” suatu konsep yang berada didunia ide atau pikiran kita. Umpamanya kata (kursi) “mewakili” suatu konsep dalam benak kita berupa benda yang bisa digunakan sebagai tempat duduk dengan wujudnya yang sedemikian rupa sehingga nyaman untuk di duduki.
Konsep sebagai referen dari suatu lambang memang tidak pernah bisa “sempurna”. Oleh karena itulah, kalau kita menyebut (kursi) atau (pemuda) atau lambang apa saja, orang sering bertanya “apa yang anda maksud dengan kursi itu ?” atau juga “apa atau siapa yang anda maksud dengan pemuda itu? Semua itu berusaha merumuskan konsep-konsep yang ada dalam dunia, idenya dalam suatu rumusan yang disebut definisi atau batasan. Secara umum definisi atau batasan ini memberi rumusan yang lebih teliti mengenai suatu konsep.
5.        Beberapa Kaidah Umum
Beberapa kaidah umum yang perlu diperhatikan berkenaan dengan studi semantik adalah :
a.         Hubungan antara sebuah kata dengan rujukan atau acuannya bersifat arbitrer.
b.         Secara sinkronik makna sebuah kata atau leksem tidak berubah, secara diakronik ada kemungkinan berubah.
c.         Bentuk-bentuk yang berbeda akan berbeda pula maknanya, meskipun kedua kata atau leksem tersebut bersinonim.
d.        Setiap bahasa memiliki sistem semantik sendiri yang berbeda dengan sistem semantik bahasa lain, karena sistem semantik berkaitan erat dengan sistem budaya masyarakat pemakainya, dan sistem budaya yang melatar belakangi setiap bahasa itu berbeda.
e.         Makna setiap kata atau leksem dalam suatu bahasa sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup dan sikap anggota masyarakat yang bersangkutan.
f.          Luasnya makna yang dikandung sebuah bentuk gramatikal berbanding terbalik dengan luasnya bentuk tersebut.










BAB 3
KESIMPULAN

Dari uraian materi pada bagian isi dapat disimpulkan bahwa makna, informasi, dan maksud memiliki perbedaan. Makna merupakan gejala dalam ujaran atau dapat dikatakan sebagai tanda linguistik yang biasanya merujuk atau mengacu pada suatu referen. Sedangkan informasi adalah gejala luar ujaran. Dan maksud merupakan gejala diluar ujaran pula, namun perbedaannya dengan informasi adalah jika informasi merupakan sesuatu diluar ujaran yang dilihat dari segi objek atau yang dibicarakan, maka maksud merupakan sesuatu diluar ujaran yang dilihat dari segi subjek atau pengujar.
Selain istilah makna, informasi dan maksud, ada juga pembahasan mengenai tanda, lambang, konsep, dan definisi. Tanda merupakan hubungan yang bersifat langsung antara suatu kejadian dengan tanda tersebut, sedangkan lambang tidak memberi tanda secara langsung, melainkan dengan sesuatu yang lain. Konsep merupakan referen atau rujukan dari suatu lambang. Sedangkan definisi adalah rumusan yang lebih rinci dari suatu konsep.


Beberapa kaidah umum yang perlu diperhatikan berkenaan dengan studi semantik adalah :
a.       Hubungan antara sebuah kata / dengan rujukan atau acuannya bersifat arbitrer.
b.      Secara sinkronik makna sebuah kata / leksem tidak berubah, secara diakronik ada kemungkinan berubah
c.       Bentuk-bentuk yang berbeda akan berbeda pula maknanya
d.      Setiap bahasa memiliki sistem semantik sendiri yang berbeda
e.       Makna kata / leksem dipengaruhi pandangan hidup dan sikap anggota masyarakat.
f.       Luasnya makna sebuah gramatikal berbanding terbalik dengan luasnya bentuk.







DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Bandung : Rineka Cipta
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik. Leksikal. Bandung : Rineka Cipta




Tidak ada komentar:

Posting Komentar